Rabu, 13 April 2011

WACANA IDENTITAS KELOMPOK ISLAM RADIKAL

ABSTRACT

Makalah ini hendak mengamati dan mencari akar mengapa kelompok Islam seperti Front Pembela Islam (FPI) yang menolak Rancangan Undang-Undang Pornografi dan Pornoaksi (RUU-APP) memiliki sikap dan tindakan yang ekstrem berbeda dengan organisasi Islam lainnya yang juga menolak RUU-APP tersebut. Apakah cara dan tindakan penolakan yang dilakukan oleh FPI didasarkan atas pemahaman mereka tentang syariah Islam?, Apakah ada aktor dibalik tindakan-tindakan organisasi tersebut yang “memanfaatkan” sentimen agama sebagai kendaraan untuk mendapatkan keuntungan materi?. Atau apakah organisasi ini muncul lebih sebagai akibat tidak berjalannya sistem hukum kita?. Apakah juga “kondisi ini” dikonstruksi agar menjadi “mapan” oleh pihak-pihak tertentu untuk maksud-maksud tertentu pula?

Apakah juga ada upaya media untuk ikut mengkonstruksi dan memberi bobot serta perhatian khusus sehingga memunculkan citra organisasi itu demi kepentingan yang lain?. Selain itu, makalah ini juga coba melacak kemungkinan adanya kelompok kepentingan tertentu lainnya memarjinalkan dan membuang fakta dengan membentuk virtual reality melalui teks. Berangkat dari pertanyaan-pertanyaan itulah kita akan coba teliti mengapa orang bisa melakukan tindakan anarkhi dengan mengatasnamakan agama yang mengajarkan kesantunan.

Kerangka teoritis dasar yang dipergunakan adalah konsep dan teori Konstruksi Realitas Sosial Berger dan Luckmann. Sedangkan metode yang digunakan untuk mencari jawaban dari masalah-masalah diatas adalah dengan Analisis Wacana Model Teun Van Dijk. Dalam analisis ini terdapat tiga tingkatan analisis, yaitu analisis pada level teks, analisis pada level kognisi sosial, dan level analisis sosial. Dalam mencari dan menggali mengapa teks mengenai tindakan anarkhis yang diberitakan media, maka digunakan analisis pada level teks dengan cara mempertautkan isi teks itu sendiri dengan konteksnya. Misalnya melakukan analisis antar teks yang muncul dari kognisi dan aksi sosial para aktor (nara sumber) dengan cara wartawan memaparkannya dalam media.

Pada level kognisi sosial dimana teks-teks itu diproduksi, didistribusikan, dan dikonsumsi oleh khalayak, kita perlu melakukan wawancara yang mendalam serta kuisioner untuk mengetahui bagaimana wartawan melakukan cek dan recek terhadap hasil liputannya. Sejauhmana mereka memiliki akses terhadap nara sumber sehingga mereka mampu menerjemahkan teks-teks yang disampaikan nara sumber atau aktor itu sedemikian rupa sehingga muncul pemberitaan dan opini khalayak.

Sedangkan pada level analisis sosial, kita akan melakukan penelusuran dan studi kepustakaan serta wawancara dengan para ahli di luar aktor terhadap pertanyaan mengapa pemahaman agama seperti itu bisa terjadi?, mengapa pula dapat dilestarikan ? dan bagaimana pihak organisasi media mampu secara leluasa menginterpretasikan sebuah realitas yang mungkin hanya sebagai realitas simbolik menjadi realitas yang sesungguhnya.

Dengan penelitian yang mengkaitkan ketiga level analisis diatas, diharapkan akan diperoleh kejelasan sebab-sebab terjadinya tindakan anarkhis yang dilakukan FPI tersebut dalam kaitannya dengan sistem sosial dan politik yang berkembang saat ini. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan rekomendasi, baik dari sisi teoritis, metodologis, dan praksis dalam pengembangan teori-teori, metodologi, dan terapannya dalam menyelesaikan kasus-kasus serupa yang muncul di kemudian hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar